Kerajaan Bisnis Nyonya Liu
![]() |
Kerajaan Bisnis Nyonya Liu |
Sejak bertemu Pria Tampan BKP Sastro Manggolo, dia telah pintar Ber-Inovasi lalu mulai melangkah untuk
mengembangkan bisnis keluar negeri.
***
Tampaknya, ketika bisnis di Hongkong
mulai surut, Nona Liu disuruh Ayahnya bermain ke Indonesia kerumah
pamannya di Pasar Minggu untuk belajar.
Dia hanya seorang gadis biasa, lugu,
pandai berbahasa Indonesia agak celat karena belajar bahasa Indonesia di
Hongkong.
Seperti anak muda lainnya, Rasa
ingin tahunya sangat luar biasa, sehingga dalam waktu singkat hampir seluruh
Jakarta telah dia kenal dengan baik. Tetapi kehadirannya memang menarik
sebagian besar pemuda karena berpenampilan menarik dan praktis. Gadis cantik
itu menggunakan sepatu pendek, dengan tinggi kira-kira 170 cm, memakai celana
panjang, kaos oblong, dengan gaya rambut Ekor kuda,
memakai topi olah raga dan mengenakan jaket tipis tidak di kancing.
Sepertinya pikirannya cerdas
dan telah terbuka , karena itu sebelum pulang ke Hongkong, masih ada satu
tempat yang belum di kunjungi, yaitu Tugu Monas.
Rencananya hari itu jam 7.00
malam akan pulang ke Hongkong sesuai Tiket yang dipesannya, tetapi pagi
itu, meskipun hujan rintik rintik, rasa ingin tahunya telah memaksa untuk
datang ke Tugu Monas.
Dia waktu itu benar-benar kagum,
sesuai dengan berita yang telah di bacanya. Benar memang didalam nya ada
kemegahan yang luar biasa, bahkan saat ada di atas, bisa melihat keluar. Yang
dirasakan saat itu dia semakin ingin tinggal lebih lama, dan benar dia seperti
tertahan di di tempat itu.
Sebenarnya itu hanya sebuah
kecerobohan saja, sehingga terlambat untuk ke Bandara karena jalanan macet yang
belum diperhitungkan, maka Tiket pesawat terbang untuk Nona Liu akhirnya
hangus.
Apa yang harus dilakukan?
Bagaimana dia bisa mendapatkan uang
agar bisa membeli tiket pesawat untuk pulang ke Hongkong?
Entah karena merasa putus asa,
akhirnya sisa uang sedikit itu harus di hemat, sambil berusaha mencari
perkerjaan.
Hari berikutnya dan diangapnya
tepat, maka terbaik adalah mendapatkan rumah makan yang enak masakannya, bersih
dan terajangkau harganya.
Meskipun itu bukan uang terakhirnya,
Nona Liu berusaha menikmati saat makan siang di Kafe Monas di seberang Tugu Monas
itu dengan menu kesukaannya.
Dia tidak tahu bahwa di seberang
mejanya ada orang duduk untuk memesan makanan. Dia adalah orang Kaya, tetapi
memang suka makan di tempat itu. Namanya Tuan Sastro Manggolo dan sejak duduk
di tempat itu itu selalu memandangi Nona Liu.
Hal yang sangat aneh telah dilakukannya, dan entah beberapa kali dia memandang
Nona Liu sehingga dia merasa terganggu.
Tetapi dasar Nona Liu yang mudah
marah, maka di datangi orang itu dengan berani dan kemudian duduk di
hadapannya.
“Mengapa Bapak memandangi saya
begitu lama?”
Orang itu tidak menjawab, dan
pikiran Tuan Sastro Manggolo, “Anak ini benar-benar sangat cantik meskipun
sedang marah!”. Sekali lagi Nona Liu bertanya,“Apa aku ada yang salah?”
Katanya.
Orang itu tetap tidak menjawab.
Karena itu dia seketika marah, “Bapak .. jangan memandangi saya terus..!
Itu telah mengganggu privasi saya! …tahu …! “ suara Liu agak keras dan
berdiri untuk meninggalkan orang itu.
Tetapi PriaTampan itu dengan cepat memegang tangannya dan berkata,”Nona,
Maa’kan saya…duduklah…! Nanti aku beri penjelasan! “ katanya.
Orang itu langsung memanggil
pelayan, “Tolong layani Nona ini apa yang paling di sukai, dan saya yang
bayar..!”
Saat itu Nona Liu memandang dengan
tajam pada orang itu,
“Mengapa dia menghambatnya untuk
pergi?” “Apa ada yang ingin di katakan tetapi masih ragu-ragu?” “ Atau dia
hanya pria tampan dengan kumisnya rapi itu hanya iseng?” pikirnya.
Sepertinya Nona Liu merasa bersalah,
dan berkata, “Ma’af atas tindakanku yang kurang baik” katanya pendek. Dan
pada waktu itu pikiran Nona Liu sangat kalut dan memang sedang berperang,
karena yang terpikirkan adalah harus mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang.
“Apa yang Anda lakukan jika terjadi
seperti Nona Liu?”
“Bisakan Anda mencari jalan keluar
yang lebih baik?”
Di seberang Nona Liu saat itu memang
tampak Tugu Monas
yang menjulang tinggi, dan setinggi itu kira-kira tingkat ketegangan dalam
pikirannya untuk mengurai persoalan yang sedang dihadapi dan harus menemukan
solusi yang tepat.
Beberapa saat dia memandangi lagi
Tugu Monas itu, dan seperti membuat pikirannya menjadi lebih segar. “Mengapa
ketika ingin marah dan seperti ada yang menahan?”
“Mengapa waktu didalam Tugu
Monas itu seperti ada yang telah menahan dirinya?”
“Apakah Tugu Monas yang megah
itu mengandung sebuah misteri?”
dan banyak lagi pertanyaan yang belum bisa di jawab dalam pikirannya.
.
.
Tuan Sastro Manggolo
tersenyum saat itu, dengan penampilan yang menawan dan kepandaiannya
berkomunikasi, akhirnya telah mendapatkan solusi yang tepat, sehingga setelah
itu, sepertinya mereka menjadi akrab. Mereka saling pandang dan sepertinya
saling melempar senyum.
Itu adalah kelebihan Tuan sastro Manggolo, dan benar-benar menjadi idaman setiap wanita. Dia, meskipun tak sempurna, kenyataannya memang hampir siapapun gadis yang melihatnya seperti pria yang sempurna.
Itu adalah kelebihan Tuan sastro Manggolo, dan benar-benar menjadi idaman setiap wanita. Dia, meskipun tak sempurna, kenyataannya memang hampir siapapun gadis yang melihatnya seperti pria yang sempurna.
Tampak mereka terbuai tentang sebuah
percakapan bisnis dan mereka berdua seperti kawan lama.
Itulah pikiran yang cerdas telah di
ikuti tindakan Nona Liu dengan tepat, maka dia menyampaikan bahwa ingin bekerja
untuk mendapatkan uang untuk pulang ke Hongkong.
Dilihatnya, bahwa penampilan Nona Liu
memang berbeda, dan secara fisik meskipun bukan yang utama, tapi tak bisa di
pungkiri bahwa dia benar benar cantik dan menawan.
.
.
“Sebentar Nona, Apa benar Nona ingin
bekerja?”
“Ya..! Tuan, Ayahku seorang pebisnis
di Hongkong, dan aku sering membantunya!” katanya.
“Apa kamu pernah menjaga Toko milik
Ayahmu”
“Ya Tuan..! Jika Ayah sedang
mengurus barang keluar kota, maka beberapa minggu aku yang menggantikan!”
“Hem…! Ini adalah kebetulan Nona,
saya punya Mini Market baru dan belum ada yang menjalankan, Maukah Anda bekerja
di tempatku?”
Tanpa pikir panjang, akhirnya Nona
Liu menerima tawarannya dan sore itu dia langsung diajak meninjau tempatnya.
Mereka berkeliling di dalam
Toko baru itu yang cukup besar memeriksa semuanya,”Andaikan aku memiliki
toko seperti ini, alangkah senangnya hati ini” pikirnya.
Selanjutnya dia menuju lantai atas,
memeriksa satu-persatu, dan ternyata ada lantai atas untuk menyimpan barang dan
sebuah kamar untuk beristirahat dan cukup rapi dan bersih dengan fasilitas AC dan kamar mandi.
.
.
Sementara itu Tuan Sastro Manggolo
ada di lantai bawah dan membayangkan, “Anak ini benar-benar cantik” dan hanya
itu yang ada di pikirannya. Sebenarnya dia orang kaya, sangat baik, senang memperhatikan orang lain. Tetapi kelemahannya, ketika bertemu wanita cantik, maka dia berubah menjadi semakin bersemangat.
Setelah Turun, Nona Liu tersenyum
dan berkata,”Tuan, sepertinya semua peralatan sudah komplit, dan tinggal
meletakkan barang-barang di sini agar terlihat menarik dari luar!” katanya.
Tuan Sastro Manggolo tersenyum,
“Nona, jika Anda mau, di atas tadi ada kamar untuk tinggal, dan Anda bisa
menggunakannya setelah kerja selesai.” Katanya.
Hari demi hari Nona Liu
mulai bekerja di tempat itu di bantu empat orang karyawan perempuan dengan
seragam rapi, mengatur barang-barang dagangan pada tempat yang strategis,
melayani pembeli dengan senyum, dan ternyata pengunjungnya menjadi semakin
ramai.
Kesungguhannya
memang tidak sia-sia dan seperti biasa, sesuai yang diajarkan Tuan Sastro
Manggolo, saat untuk melakukan pengecekan barang agar tahu mana yang kurang dan
yang belum terjual.
Nona Liu memang cerdas, dan semua
rekap catatan setiap jenis barang telah di buat setiap hari termasuk laporan
keuangannya, dan Tuan Sastro Manggolo setiap datang memeriksa sangat kagum
dibuatnya.
Ternyata tempat itu telah menjadi
sebuah harapan baru seperti ladang emas bagi Tuan Sastro Manggolo untuk
hari-hari selanjutnya.
.
.
Apa yang telah dilakukan Nona Liu?
Mengapa pengunjung menjadi senang
untuk datang?
.
.
Dari kebanyakan orang, mengatakan
bahwa layanannya sangat baik dan dia memang akrab dan hormat pada pengunjung. Bahkan
untuk sebagian, utamanya kaum muda, suka melihat kecantikan Nona Liu yang tidak
biasa, terutama saat tersenyum terlihat lebih cantik.
Hari demi hari pekerajan itu telah
menyita waktunya, dan seperti lebih nyaman di banding ketika memegang Toko
milik Ayahnya.
Di waktu malam masih dia sempat
menonton TV sebentar dan terus tidur di tempat yang bersih, maka benar-benar
telah membuatnya semakin senang tinggal di tempat itu. Sebuah perkembangan yang
baik, apa lagi saat Toko itu telah sukses membuat keuntungan, praktis Nona Liu
tidak mengeluarkan uang lagi karena mendapat hadiah setiap hari makan gratis
yang di kirim dari Rumah Makan yang ada di seberang jalan.
Beberapa bulan bekerja ditempat itu, itu sebenarnya uangnya sudah cukup untuk pulang ke Hongkong, tetapi ada pikiran lain yang muncul. Jika harus pulang sekarang, maka pekerjaannya hanya menunggu Ayahnya saja, "Bagaimana bisa mendapatkan Tuan Sastro?"
Beberapa bulan bekerja ditempat itu, itu sebenarnya uangnya sudah cukup untuk pulang ke Hongkong, tetapi ada pikiran lain yang muncul. Jika harus pulang sekarang, maka pekerjaannya hanya menunggu Ayahnya saja, "Bagaimana bisa mendapatkan Tuan Sastro?"
Di ruangan atas Ruko itu, Nona Liu
berfikir keras, bahwa Tuan Tampan itu adalah orang kaya, perawakannya lebih
tinggi sedikit darinya, senyum dan kumis yang tebal dan rapi itu mungkin saja
tidak bisa di lupakan hampir semua Gadis yang pernah bertemu dengannya.
Sebenarnya hati Nona Liu merasakan
seperti ada perhatian
khusus pada Tuan Sastro Manggolo,”Apakah aku telah jatuh cinta?”
Entahlah kena apa hari hari selanjutnya
dia Menjadi tertarik dan ingin memiliki, meskipun itu adalah ide gila yang
datang menyelinap dalam hatinya. Karena itu dia masih ingat film berjudul
“Sentuhan Wanita”,
maka cukup berikan sentuhan lembut di punggungnya atau bahunya dan dia pasti
klepek-klepek karena itu salah satu cara menunjukkan kasih sayang atau
perhatian.
Dan pada hari hari berikutnya timbul
pada pikiran Nona Liu untuk membuat rencana untuk menundukkan pria itu. Ya…!
“Saya harus ber akting yang bagus, agar dia semakin tertarik padaku!”
Siang itu Nona Liu pura-pura sakit,
dan Pria Tampan itu datang menengoknya. Dia seperti telah memberikan perhatian
lebih, dan Pria itu menyarankan untuk istirahat beberapa hari sampai
benar-benar sehat.
Perasaan Nona Liu saat itu mulai
cuirga, “Apakah Tuan yang tampan itu mulai jatuh cinta padaku?” dan “Mengapa
dia telah memberi perhatian yang luar biasa?”
Waktu berjalan sudah hampir satu
tahun, dan benar siang itu Pria Tampan, Sastro Manggolo yang gagah itu mengajak
Nona Liu untuk makan siang di Kafe Monas. Dan mereka sangat akrab dalam
berbicara bahkan mereka saling melempar senyum dan tampaknya saling menyambut
senyum itu dengan baik.
Mereka telah duduk berhadapan di
meja itu, dan Nona Liu lalu berdiri di belakang Tuan Sastro Manggolo,
memberikan sedikit sentuhan lembut di punggungnya dan berkata, "Apa tidak
sebaiknya cuci tangan dulu tuan, biar bersih!" katanya.
"Oh ya...! "Aku lupa...!
" dan tuan yang tampan itu berdiri menuju wastafel membersihkan
tangannya.
Setelah makan siang, tuan Sastro
Manggolo berkata, “Nona, sebenarnya ada yang akan saya katakan, apakah Anda
berkenan?” kata nya.
“Silahkan Tuan, saya mendengarkan…!”
jawabnya sambil tersenyum manis.
.
.
“Apakah Nona mau menjadi Istri
saya?” katanya.
“Apa..! “ “Tuan akan
menjadikan saya istri?” “Bagaimana Istri Tuan Nanti…!” Saat itu Nona Liu
melakukan aktingnya, dan benar semua berjalan lancar sesuai rencananya.
Nona Liu tidak segera menjawab atas
permintaan itu dan berkata, “Tuan, bolehkan saya minta waktu satu hari saja
untuk memikirkannya?” katanya. Tuan Sastro Manggolo diam sejenak, kemudian
berkata, “Baiklah…! Aku tunggu besok siang jawaban Anda! “ dan terlihat
wajahnya agak kecewa.
Malam itu, Nona Liu sepertinya sangat senang dan sering tersenyum sendiri. Rupanya cita-citanya telah sukses. Tampaknya Dunia telah memihak kepadanya. "Apakah ini berkat misteri Tugu Monas itu?"
Pada pertemuam selanjutnya,
ternyata Nona Liu telah setuju, dan mereka akhirnya menikah meskipun
tidak diketahui oleh isteri pertamanya.
Suara suara sumbang tentang berita
perkawinan Tuan Sastro Manggolo, akhirnya sampai juga ke telinga Istrinya, dan
terjadilah perang mulut diantara mereka.
.
.
Keluarga Sastro Manggolo saat itu
benar-benar kacau akibat datangnya Nona Liu sebagai
istri baru, sehingga jelas dia menjadi istri favorit. Sebuah keadaan yang
menjadi semakin panas telah membuahkan bencana, sehingga Nyonya Sastro Manggolo
meminta bercerai. Tetapi, dengan pintarnya Tuan Sastro Manggolo, maka hal itu
telah di batalkan.
Si tampan Tuan Sastro Manggolo
bukanlah orang bodoh, dan karena itu setelah tiga tahun dan memiliki dua putra,
Tuan Sastro Manggolo menemukan solusinya.
Hanya sebuah langkah yang bijak yang
bisa melerai mereka, yaitu memulangkan Nyonya Liu ke Hongkong dan di buatkan
Mini Market Baru yang bentuknya sama persis dengan tempat kerjanya disini, dan
itu direncanakan Tuan Sastro Manggolo sebagai tempat usaha untuk mendapatkan
penghasilan untuk hidupnya.
Sejak itu, Tuan Sastro Manggolo,
setiap bulan sekali mengunjunginya, dan usahanya berkembang sangat cepat karena
Nyonya Liu memang belajar banyak saat bersama Tuan Sastro Manggolo dan
menguasai benar cara-cara mendapatkan usahanya sukses.
Dan waktu berjalan terus, usaha
Nyonya Liu telah berkembang pesat dan telah memiliki tiga buah Mini
Market.
Dia telahmemilih perjalanan hidupnya dan benar-benar sadar bahwa hidup tidak
selalu mudah. Sebuah pilihan dan selalu diikuti dengan risiko, karena itu
Nyonya Liu benar-benar fokus pada bisnisnya.
Tampaknya dengan keuletan dan selalu
melakukan inovasi dengan
bimbingan Tuan Sastro Manggolo. Dia telah mampu melakukan pengembangan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk
memperbaiki produk proses, sistem yang baru, yang memberikan nilai yang
berarti.
Itulah sebuah kerajaan bisnis Nyonya
Liu yang mampu bertahan dalam waktu yang panjang, dan telah berkembang pada
layanan persewaan kapal keluarga, pembangunan perumahan dan perdagangan di Mini
Market di beberapa tempat yang saling mengisi.
Bram saat itu sebagai putra Tuan
Sastro Manggolo, merasa terpukul, karena masih ada istri simpanan Tuan Sastro
Manggolo yang lain, yaitu ibunya Bagyo, yang pada saat akhir telah di setujui
ibunya.
Pukulan tentang suara miring
teman-temannya telah membuatnya stress, dan salah satu pelariannya adalah minum
sampai mabuk.
Perubahan
adalah bagian dari gelombang kehidupan dan entah karena apa, hari itu adalah
sebuah kenangan yang luar biasa bagi Nyonya Liu. Di Pintu gerbang, di depan
rumah yang besar itu tampak dari kejauhan, tiga sosok orang berdiri
dan sedang bercakap dengan penjaga keamanannya.
“Siapakah mereka itu?”
“Mengapa mereka bertiga memaksa
masuk ke rumah Nyonya Liu?”
Penjaga baru itu memang belum pernah bertemu dengan Tuan Sastro Manggolo, sehingga dia bertahan dan mereka diminta untuk menunggu dulu dan kemudian dia melaporkan untuk mita izin. Dari kejauhan, ada sosok wanita cantik berjalan agak cepat di ikuti penjaga itu dan menuju mereka bertiga, dia ternyata Nyonya Liu.
Dengan senyum lebar, Nyonya Liu
langsung merangkul Tuan Sastro Manggolo dengan manja, menciumnya dan berganti memeluk Nyonya
Sastro Manggolo dan seterusnya pada Bram. Jika ada seseorang yang melihat,
sekilas nyonya itu dibandingkan dengan Nyonya Liu hampir sama cantiknya, hanya
saja Nyonya Liu sedikit lebih tinggi darinya.
Malam itu ada pembicaraan yang
sangat serius diantara mereka, dan memaksa Bram untuk tinggal beberapa lama
agar mengenal saudaranya lebih baik.
Sepertinya perang itu telah usai, dan Nyonya Sastro Manggolo, juga kelihatan berbeda saat
mereka bertemu.
Mereka mulai akrab, dan telah
mengadakan pembicaraan secara khusus. Atas persetujuan Tuan Sastro Manggolo,
Nyonya itu telah memberinya modal yang lumayan besar untuk lebih mengembangkan lagi
bisnisnya.
“Adik Liu, ma’afkan aku telah bertindak
ceroboh, dan aku tidak tahu dengan apa aku harus menebusnya!” katanya.
Saat itu Nyonya Liu benar-benar
menjadi salah tingkah, karena dia yang merebut suaminya, ternyata pada akhirnya
telah setuju untuk keberadaannya saat ini.
Nyonya Liu diam sejenak,
memandanginya dan berkata, “Mbak…! Aku yang salah…! Dan Ma’afkan Aku..! “
Nyonya Liu sambil memeluknya dan menangis.
Bram, bersama adik-adiknya siang itu
mengajak pergi untuk santai, meskipun didalam hatinya masih belum bisa menerima
mereka sebagai adik adiknya.
Apa yang harus dilakukan sebagai
seorang Bram saat itu?
Bagiamana menyikapi keadaan yang
kurang sesuai dengan hati nuraninya?
Sepertinya, keadaan telah membawanya
larut dalam suasana keakraban saat itu, karena Benny, Buddy, Merina dan Yenny
sangat menyenangkan. “Kakak..!
Nanti kalau libur sekolah, boleh aku bermain kesana…!” seru Benny, dan yang
lain menyahut, Aku ikut…!” kata mereka.
“Hem..! Tentu..! Boleh….! “ Nanti
aku ajak ber keliling untuk rekreasi” katanya.
Adik-adik Bram itu semua sangat
manja padanya bahkan minta di gendong untuk masuk ke kapal bersantai di atas
air, menikmati makanan dan minuman. Dari percakapan mereka, anak-anak itu
benar-benar seperti berharap memiliki Bram sepenuhnya sebagai seorang kakak.
Pikiran Bram yang semula seperti
menolak mereka, ternyata telah larut dan masuk pada dunia mereka yang sangat
menyenangkan. Anak-anak yang lucu, saling berebut minta di gendong dan
benar-benar mereka haus untuk mendapat perlakuan seorang Kakak yang mungkin saja telah lama mereka impikan.
Sebuah malam yang santai saat itu,
dan Tuan Sastro Manggolo juga menyampaikan bahwa dia sebelumnya telah mempunyai
istri kedua, Herlina, dan mempunyai anak laki-laki namanya Bagyo, seumur adik
Bram. Dia tidak ikut saat ini, karena sedang sakit.
Hal yang aneh saat itu, bahwa Nyonya
Liu tidak mempermasalahkan, dia hanya diam sejenak, ”Mas…! Aku bisa menerima
itu, dan ini kan sudah kita jalani semua, Ajaklah aku untuk berkunjung kesana,
agar semua bisa mengerti dan memahami tentang keadaan ini!”
“Maukan Mas…! “ katanya.
.
.
Tuan Sastro hanya tersenyum dan
mengangguk saat itu, dan selanjutnya mereka larut dalam pembicaraan lain dan
saling mengisi.
Telah hadir perasaan suka datang
menyelimuti mereka sampai titik itu, tetapi untuk mencapainya ternyata mereka
telah merasakan sakit yang luar biasa dalam waktu yang panjang.
Kerajaan Bisnis Nyonya Liu, ibarat pohon kelapa di pantai, setiap kali
mendapat hembusan angin kencang, dan semakin tinggi pohon itu tumbuh, juga
semakin keras angin yang datang.
Hanya orang-orang bijak yang mampu
membuat itu berbuah kebahagiaan
dan yang lain tidak. Mungkin saja kebahagiaan adalah sebuah miseri dari suasana
unik dan hasil kesepakatan pemahaman untuk saling memberi dan menerima.
Sekian, Terima kasih
telah membacanya!
djokobiz
Tidak ada komentar :
Posting Komentar