Rabu, 26 Desember 2012

Misteri di Keluarga Tumini

Misteri di Keluarga Tumini

Setiap kehidupan berumah tangga hampir tidak pernah sepi dengan masalah,  seperti ombak yang datang dan menyelinap membawa sebuah misteri yang tidak pernah bisa diperhitungkan.

Sore itu di rumah Tumini ada pertengkaran yang keras antara Meilan dan Istri favorit Bagyo, Lolita. 
***
Sesuai rencana, setelah Tahun kemarin dengan Tumini, maka gilirannya tahun ini yang di ajak Bagyo adalah  Meilan. Tetapi Lolita memaksa untuk ikut ke Australia, sehingga Tumini agak bertindak keras pada Lolita.
Dan pagi itu Bagyo berangkat bersama bersama  Meilan , Lolita mengurus Kantor bersama Helena dan Tumini menghadiri rapat  sesuai yang di rebcabakan.
.
Lagi susah....!
Selesai menghadiri pertemuan itu, Tumini ingin segera pulang, karena merasa fisiknya agak lemah. Dia benar merasakan agak lemas saat itu, dan perlahan-lahan membuka pintu mobilnya dan dia seperti ada yang dipikirkan. Dia tetap membawa mobil itu untuk pulang, dan benar pikirannya melayang dan semakin kacau.
Tumini langsung menghentikan mobilnya dan belok kesebuah Kafe, dan benar jika harus pulang kerumah, mungkin saja tubuhnya tidak kuat dan pasti tidak akan sampai kerumah dengan utuh.

“Tetapi aku harus kuat, dan itu harus karena anak-anak masih memerlukan bimbingan”pikiran nya seperti memaksanya.
“Aku harus minta tolong siapa? Pikiranku masih waras, tetapi tubuhku kurang mampu menahan gejolak ini.”
“Jika harus memberitahu orang rumah, maka mereka pasti sangat ribut, dan masalahnya semakin meluas.”
Ada lintasan pikiran yang tipis lewat angan-angannya dan mungkin itu baik, adalah memberitahu Mbak Lucia.

“Apa yang harus aku lakukan?”

Tumini dengan sisa tenaganya mencoba menghubungi Lucia, kemudian, “Kakak…! Aku minta tolong..! Aku ada di Kafe…  Bisakah menjemput aku?  Dan seterusnya ..titik.

Itulah salah satu kesibukan Bram dan Lucia siang itu, membawa Tumini dalam keadaan tidak sadar dari sebuah Kafe, dan membawa pulang. Keluarga itu  menjadi sangat sibuk untuk mengurus Tumini kemudian segera menghubungi Dokter pribadinya untuk datang ke rumah.
Tumini, mungkin terlalu lelah, dan karena itu di beri suntikan obat penenang untuk istirahat.

Ketika bangun Pagi itu, “Aku ada dimana?” 
“Dik engkau ada di rumahku…!” ucap Lucia yang ada di dekatnya sambil merajut benang untuk baju hangat.

Tumini saat itu tersenyum, Terima kasih Kakak…! Telah menolongku…!”  Lucia hanya tersenyum saja untuk membalasnya.

Dilihatnya mulai terang, dan Tumini kagum pada Lucia. Seperti kegiatan yang sering dilakukan dulu oleh ibunnya.
Dan pernah di jelaskan olehnya, bahwa ada beberapa cara atau gaya merajut knitting. Tetapi Tumini kurang telaten sehingga kurang memperhatikan. Padahal yang sebenarnya hanya dibedakan oleh cara memegang benang. Yang paling banyak digunakan adalah English style dan Continental style. 
.
Tumini larut dengan kenangan saat bersama Ibunya, bahwa merajut pada English style, benang dipegang dengan tangan kanan, dan yang aktif mengaitkan benang adalah tangannya. Pada Continental style, benang dipegang dengan tangan kiri, dan yang aktif mengait benang adalah jarum rajutnya.

Dan Ibunya memang memilih yang paling nyaman untuk mengisi waktu. Itu biasanya Ibunya pada hal pertama yang dilakukan sebelum mulai merajut adalah membuat simpul awal / slip knot, untuk memulai tusukan permulaan / cast on.

“Mbak, aku ingat Almarhumah Ibuku, yang telaten merajut benang seperti Mbak Lucia! “
“Dulu Ibuku sering merajut, ketika menungguku bermain.” Katanya.

Lucia tertawa, dan berkata, “Iya Dik…!  Ini kan hanya mencari kesibukan kecil biar pikiran tidak kemana-kemana..!” katanya.

Sebenarnya Tumini masih agak lemas, memandangi Lucia dan semakin terang melihat sekelilingnya dan  dengan perlahan bangkit dari tempat tidur itu terus duduk di sebelah Lucia.

“Sudahlah Dik, Istirahat saja dulu, buat santai agar kesehatanmu benar-benar pulih!” katanya.
“Enggak kok Mbak…! Sudah enak badanku” katanya.

“Ayo…! Kita terus sarapan saja..! “Kata Lucia.
“Iya Mbak  ..! Aku mandi sebentar…!” kata Tumini.
Pikiran Tumini memang masih bingung, dan pelan-pelan mengingat tentang apa yang telah terjadi pada dirinya. Ada kata hati yang tidak terucap saat itu, “Hanya satu keinginan yang belum dimiliki Tumini, yaitu tentang mencintai dan di cintai. 

Memang secara nyata itu ada, tetapi dalam rasa seperti hambar pada usia yang semakin tua. 

Karena banyak hal-hal yang datang pada pikirannya, sejak kehadiran Meilan, dan terus berlanjut dengan Helena dan Lolita.

Sama dengan perasaan perempuan yang lain dalam hidup poligami, rasa sakit yang di pendam bahkan harus diterima dengan tersenyum.”

“Adakah Bagyo merasakan juga hal seperti ini?”
“Apakah dia juga merasakan ada yang hilang?”
“Atau bahkan aku sendiri yang terlalu egois untuk menghadapi semua masalah itu dengan kurang bijaksana?”

Tetapi dalam hati Tumini sebenarnya telah bersyukur dalam perjalanan hidupnya sampai hari ini, karena banyak yang di dengarkan di luar sana, bahwa ada banyak Suami Poligami yang sewenang-wenang dan telah menterlantarkan istri dan anak-anaknya dan bahkan ada yang tidak mau mengakui anaknya.

Lalu, “Siapa orang yang bisa memberikan pencerahan hati ini?”
Itu adalah gelombang masalah telah singgah di kehidupan Tumini dan benar dirasakan seperti sebuah penderitaan yang terus-menerus beruntun menimpa dirinya. 

Semua tahu bahwa pada kenyataannya, istri Bagyo yang lain, telah datang satu-persatu dan terus merampas semua harta yang ada dalam hatinya, yaitu yang namanya Cinta yang mulai luntur dan kini benar-benar membawa luka yang dalam.

“Apakah benar..!  Seperti yang disampaikan Anaknya, bahwa dia sudah kehilangan senyum yang tulus seperti ketika hidup miskin di masa lalu di Desa yang sunyi dan gersang itu?”   

Selesai sarapan, Tumini dan Lucia duduk di ruang keluarga dan berbicara santai tentang banyak hal. Bram datang dan duduk di hadapan mereka, hanya diam di tempat itu, dan menuliskan saran Dokter saat itu, dipelajari dan mencari solusi terbaik untuk kesembuhan Tumini. Kemudian memberitahu, “Dik Tumini, sesuai saran Dokter, maka Engkau harus istirahat selama dua minggu, dan sebaiknya itu di ikuti saja! “ katanya.

Memang kegiatan bagi pebisnis, sering menyita waktu, tenaga dan pikiran dan seharusnya berbagi waktu untuk memberi arahan pada pemula, dan mengelola bisnis sendiri yang kadang tak kenal waktu. Apalagi karena alergi parah yang diperburuk dengan kelelahan

“Tidak Kakak…!  Aku merasa sangat baik sekarang karena sudah beristirahat cukup setelah tidur semalaman“  "Ya…! Ternyata aku gagal menjaga kesehatanku karena aku pikir bisa melakukan segalanya karena aku punya kemauan yang kuat. Tapi, secara fisik sangat sulit ketika datang kegiatan bersamaan tanpa peduli dengan kesehatanku," sambungnya.

Lucia menambahkan, “Dik …! Yang baik, istirahat saja, bagaimana kalau  di Hongkong atau Singapura! Nanti aku antar!” katanya.

Tumini diam  dan memandangi mereka, karena harus menunda jadwal yang telah ditetapkan.
Bram, yang tahu situasi, saat itu tertawa dan berkata, “Bagyo, saat ini masih di Australia sampai Minggu depan untuk mengikuti pertemuan rutin pengusaha, sehingga tidak dapat di ganggu.”
“Oh ya..!  Tadi saya sudah memberitahu Lolita, agar segera kesini! Paling sebentar lagi sudah sampai” katanya.

Tumini masih diam ketika itu, dan sepertinya ada yang dipikirkan,  “Mengapa  Bram memanggil Lolita seperti pada keponakannya sendiri?”.
“Bigini saja, Semua pekerajan di serahkan pada Lolita dan Helena, dan nanti saya yang mendampingi…!" ucapnya.

Ketika itu Tumini merasa telah menemukan solusi, dan tersenyum, “ Terima kasih Kakak…!”

“Kakak, aku boleh bertanya sedikit tentang Nyonya Liu?” ucap Tumini.
.
“Ingin tahu tentang dia… !” katanya sambil tertawa.
“Ah Kakak… kok menggoda terus..!” kata Lucia.
.
“Dik Tumini, Nyonya Liu itu, sebenarnya memang Ibu kita, setelah 

Ibuku dan Ibunya Bagyo tidak ada..!.. Dia itu sebenarnya adalah Istri Ayahku yang ke tiga dan memiliki dua anak perempuan dan dua anak laki-laki”
“Yang sulung, ada di India, yang nomor dua ada Thailand, nomor tiga perempuan di Perancis dan Nomor empat Perempuan, telah meninggal dunia, ya ibunya Lolita itu”
“Jadi… ! Dia itu cucunya ..? “ kata Tumini hampir tak percaya.
“Ya begitulah yang ada, dan Nyonya Liu Bisnisnya sekarang memiliki jaringan kuat, bahkan kalau kita dalam masalah, maka dia selalu tahu!” Katanya.
.
Pikiran Tumini mengembara kemana-mana saat itu, dan dia sama sekali tidak tahu tentang Bagyo, Suaminya itu. Anak orang kaya yang hidupnya seperti terlantar, dan dia memilih memulai bisnis merintis dari bawah.

“Lolita ceritanya bagaimana Kakak…!” Tanya Tumini.
Bram yang paling tua di keluarga besar itu menjelaskan “Lolita itu sebenarnya waktu kecil ada di rumah Nyonya Liu dan dia adalah cucu yang paling cantik, paling mbandel dan paling manja saat itu, sehingga sering dihukum.”

“Kalau Helena bagaimana mas…!” Kata Tumini.
“Sebenarnya juga sama seperti Lolita, hanya saja Helena itu anak dari saudara suami Merina, anak Nyonya Liu yang ada di perancis itu. Sedangkan Helena dan Lolita itu waktu kecil juga di rumah Nyonya Liu, hanya saja Helena itu penurut, sehingga tidak pernah di hukum.

“Jadi… ! Jadi…!  Benar itu semua..! “ kata Tumini hampir tak percaya.

Lolita siang itu telah datang mengangguk pada Bram dan Lucia, dan terus memeluk Tumini dan matanya berkaca-kaca  seperti mau menangis. “Ada apa Mbak Tumini…!.. Maaf aku datang terlambat..! katanya.

Dia memandangi Bram dan seperti ada yang akan dikatakan, tapi tidak berani.
“Ada apa  Lolita…!” kata Bram sambil tertawa.
“Semua pekerajan saya serahkan Mbak Helena, tetapi Niki, Donny dan Dimas kan masih magang di tempat yang baru di buka itu, sehingga saya meminta untuk menunggunya”

“Paman… Eh…! Kakak …!.. Aku tadi sebelum kesini, dihubungi Nenek Liu, dan dimarahi habis-habisan! Katanya, Aku Istri paling Cengeng sedunia..! “ katanya.

“Kemudian apa katanya?”
“Dulu waktu kecil, kamu menyusahkan Nenek, dan sekarang, kamu menyusahkan Tumini! Kamu sekarang harus berubah! Kalau tidak! Jatahmu saya tahan!”  katanya.

“Ha…! ha…! Ha…!” Bram tertawa agak keras. “Bukankah itu sudah tepat tindakan Nenekmu itu!”

Lolita Cemberut memandangi Bram, dan Bram hanya tersenyum.
Tetapi Tumini, mungkin agak gemas dan mencubitnya, “Aduh…! Sakit Mbak…!”
“Ya biar…! “Mumpung ada Kakak, … Jatahnya sama… bahkan ada tambahan dari Nenek Liu, tetapi tabungannya paling kecil sendiri yang masuk tiap bulan!” kata Tumini.

“Kakak,  saat ini aku baru tahu!    Helena setiap bulan ada tambahan dari lain-lain ya cukup besar! Apa itu juga jatah dari Nyonya Liu!   Iya kan mas…!  “  Kata Tumini.

“Iya..! “ kata Bram  sambil mengangguk, mendengar ucapan Tumini.
Dia tertawa lebar

Di kursi itu Bram lalu ketawa sambil memandang Lolita, dan seterusnya mengatakan,”Lolita, itulah salah satu tugas Nenekmu, Beliau kan hanya mengarahkan untuk kebaikan. Karena itu sebaiknya diterima saja, dan yang lebih penting segera diperbaiki tentang apa yang salah!” katanya.

Lolita menganggukkan kepalanya, memeluk Tumini lebih erat dan berbisik,”Maaf, Kakak ....!”
Bram menghela napas agak dalam dan berkata, “Aku dan Bagyo, saat ini menjadi orang tua kalian semua, dan sebenarnya sering bertukar pikiran!”  

“Dan , Mengapa Bagyo tetap tidak mau menggunakan bagiannya hartanya itu?” 
“Itu adalah salah satu sebab karena memikirkan semuanya agar nanti sampai anak-anaknya bisa mandiri, masih memiliki sedikit harta warisan untuk kamu dan anak-anak semua.” Kata Bram.

Tumini, seperti terkesima atas ucapan Bram, dan pikirannya berjalan ke masa lalu. Dan Bagyo mengajak hidup bersama dan sangat miskin di Desa, tetapi dia sangat keras untuk mencari uang dengan susah payah. Dan dia baru tahu ini semuanya bahwa dia benar-benar memikirkan masa depan. 

“Jadi semua biaya untuk membangun rumah besar itu dan biaya sekolah anak-anak juga dari tabungannya Kakak..!” ucap Tumini.

“Iya…! Dia hanya mengambil bunganya saja bahkan berlebih” Jawab Bram.

"Apa ....! Mengambil bunganya saja...!"  ucap Tumini.

"Iya...! Dia, setiap bulan menabungnya kembali dan di kumpulkan sediri.!"  kata Bram.

Hari itu seperti ada perubahan besar pada perilaku Lolita seperti mengingatkan pada anaknya sendiri Jessica yang selalu memeluknya jika ada masalah.
.
“Apakah Lolita benar-benar akan berubah?”
“Apakah Meilan hal ini sudah tahu?”
“Bisakah mereka berdua berdamai sehingga tidak selalu ribut di rumah? 
Tumini memang sedikit bingung setelah mendapat penjelasan Bram, tetapi hal ini semakin jelas dan memang  jarang terjadi pertengkaran antara Helena dan Lolita.

Hari itu Tumini memutuskan untuk libur di tempat Nyonya Liu di antar oleh Lucia dan setelah seminggu akan menyusul anaknya di Singapura.

Seperti misteri di keluarga Tumini, dalam kehidupan nyata adalah mirip dengan yang lainnya, dan semua orang telah di uji dengan berbagai persoalan. Mereka memang selalu bergulat dengan masalah tetapi tidak selalu segera selesai, karena penyelesaiannya akan datang seiring dengan perjalanan waktu.

Sekian, Terima kasih telah membacanya!
djokobiz

Tidak ada komentar :