Pahlawan Itu Adalah Bram
Anak-anak Muda itu sangat cerdas berbisnis, dan telah menguasai pasar dengan baik. Tetapi, Tumini yang bergelar Singa Mini Market bahkan tidak tahu bahwa Anak-anaknya nya telah sukses di bisnis dan asetnya hampir sama dengan miliknya.
Tumini merasa terpukul dan yang ada di pikirannya, “Mengapa
anak-anaknya sukses di bisnis dan dia tidak pernah tahu.
"Pada siapa mereka belajar?”
"Pada siapa mereka belajar?”
“Siapa yang memberikan modal begitu
banyak?”
“Siapa yang membimbing mereka
sehingga sangat pandai melakukan bisnis?”
Tumini
benar-benar galau saat itu, sepulangnya dari Singapura. Bahkan Bagyo, suaminya
tidak menjawab dengan baik.
“Sudahlah…! Jangan dipikir itu…!
Mereka kan sudah dewasa, dan mereka berhak menentukan pilihannya sediri!” kata Bagyo
singkat.
Dan karena itu, Tumini berunding
dengan Meilan,
Helena dan Lolita untuk mencari tahu. Dan itu adalah lazimnya seorang Ibu
karena ada kekuatiran terhadap hal-hal yang kurang baik.
Apakah anaknya telah di manfaatkan
oleh orang lain?
Apakah Nyonya Liu diam-diam membantu
mereka?
Dan banyak pertanyaan tidak
menemukan jawaban dengan pasti.
Meilan yang merasa kaya, asetnya
dalam hitungan jauh dibawah banding, asset “Poly Stores Business Center”. Milik
anak-anaknya.
Meskipun asset “Tumini Stores
Business Center” masih sedikit di atasnya. Tetapi
menurut perkiraan Tumini, tahun depan berdasarkan trend bisnis
anak-anaknya itu akan lebih unggul dari usaha miliknya.
Saat yang di tunggu tiba, dan semua
istri Bagyo telah berkumpul, untuk mencari tahu tentang kemajuan anak-anaknya
itu. Mereka sebenarnya telah meneliti semuanya dan sampai saat ini tidak
satupun tahu asal usul tentang itu semua.
Maka atas prakarsa Tumini, minta izin
pada Bagyo untuk singgah ke Nyonya Liu yang dianggap seperti ibunya sendiri.
Bagyo, entah karena hanya kuatir
saja, maka telah menelpon kakaknya Bram dan memberitahu semua tentang
keingintahuan istri nya itu.
Bram,
dari seberang sana hanya tertawa terbahak-bahak! Dan dia bertanggung jawab pada
mereka itu. Bram juga memberitahu, bahwa mereka sempat berkunjung di rumahnya,
dan bertanya tentang itu. Tetapi jawaban Bram hanya
sederhana.
“Sepengetahuanku, anak-anakmu itu
memang berprestasi dan mereka memang telah menyontek dari keahlian ibunya
meskipun hal itu tidak di ajarkan. Jadi, sebaiknya itu dibiarkan saja karena itu perkembangan baik. Terkecuali jika mereka
tersangkut hutang yang sangat banyak dan mereka masuk penjara.” katanya.
“Sekali lagi saya menyampaikan,
bisnis mereka aman dan itu saya taruhannya!” katanya.
Kali ini ada empat orang tokoh
datang ke Hongkong,
dan jelas mereka yang merasa telah di untungkan berdatangan untuk menyambut dan
mengundang mereka silih berganti untuk memberikan jamuan makan malam. Karena
itu, sangat sedikit mereka mendapat informasi dari Nyonya Liu karena tanggung
jawab memantau yang lainnya.
Sejak awal setelah Tumini
menangis didepannya, Nyonya Liu telah mencari tahu melalui banyak
jaringannya, dan sepertinya telah memiliki sedikit kabar yang penting.
Sebuah komitmen pribadi dan dengan
jiwa keibuannya serta tanggungjawab memegang rahasia, dia tidak membuka
sedikitpun kepada yang lain termasuk pada Tumini
yang dianggap anaknya sendiri.
Tampaknya Bram telah bersepakat
dengan Nyonya Liu untuk diam, dan mereka memang telah bekerja sama dengannya
sejak almarhun ayahnya menjadi teman dekat nya.
“Lalu..! Mengapa semua istri Bagyo
tidak mampu membuka rahasia itu?”
Tiba di rumah sendiri, istri Bagyo
telah menyampaikan banyak hal, dan tidak ada yang tahu sejarah sukses
anak-anaknya itu.
Dan bagyo, dihadapan istrinya,
memberitahu bahwa mereka adalah aman, sehingga kita sebagai orang tua akan
lebih baik berdo’a agar mereka lebih sukses lagi.
“Mas…! Aku sendiri heran, pada Sari dan Bondan,
sepertinya kalau pulang, mereka juga tidak cerita tentang bisnis! Dan ternyata
mereka lebih pandai dariku” kata Meilan yang sering protes. “Saya juga Mas…! Yansen
itu kan anak yang belum benar-benar dewasa, tetapi mengapa sekarang sangat maju
sekali? Itu benar lho..! Saya melihat sendiri di tiga tempat Mini Market
miliknya!” kata Helena.
“Iya mas …! Saya juga melihat Jessica
memiliki empat Mini Market dan Maharani memiliki tiga, dan semua sudah saya
teliti!
Dan benar-benar baik..! kata Tumini.
Bagyo hanya tersenyum dan kemudian
bertanya,”Jika anak-anak kita sukses, merasa bangga apa tidak?” katanya.
Mereka berempat tersenyum, dan
mereka ternyata mengangguk dan setuju karenanya. “Jadi, yang terbaik, adalah
kita sebagai orang tua mendukung mereka semua..! ” kata bagyo.
Hubungan Bram dan Bagyo makin hari makin sering, dan
itu adalah ulah Bram yang merasa dirinya paling tua.
“Dik …! Entah karena apa, aku
berpendapat, ajaklah istrimu semua bersamamu ketempatku, karena semakin
lama rahasia kita bisa terbongkar!” kata Bram.
Kali ini ternyata beberapa hari Bagyo
telah mimpi tentang almarhum Ayahnya, karena itu dengan permintaan Bram, Bagyo
telah setuju. “Iya, aku masih mencari waktu, karena mereka lagi sibuk!
Mungkin Minggu depan mereka agak luang! “Jawab Bagyo.
Rumah Bram memang besar dan hari itu
semua keluarga Bagyo
dengan semua anak-anaknya telah berkumpul di ruang tengah. Bram yang memiliki
selera humor, sangat senang atas kedatangan mereka.
“Teman-teman, terima kasih
kedatangannya, dan saya benar-benar merasa tersanjung dengan kehadiran Anda
semuanya! Ya seperti inilah rumah saya dan saya minta anda semua menginap di
sini setidaknya untuk malam ini saja! Maukan Anda semua?” kata Bram.
Bagyo mengawali mengangguk dan
akhirnya semuanya setuju.
Bram mulai
bercerita, “Disini, dulu ada dua anak laki-laki yang tinggal, dan mereka
memiliki prinsip berbeda, tetapi sebenarnya adalah sama yang ingin di capai,
meskipun caranya berbeda!” katanya.
Tumini
yang mulai curiga, karena sering memperhatikan Bram dan Bagyo, dan sepertinya
ada yang mirip. Ya..! Senyumnya ada yang sama, meskipun dari penampilan, Bagyo
lebih unggul.
Tumini dengan cepat bertanya, “Yang
terhormat Bapak Bram, tadi menyampaikan, ada dua anak laki-laki, dan yang satu
dimana?” katanya.
Akhirnya Bram
memberikan foto masa kecilnya itu, tampak ada dua orang anak yang di rangkul
oleh seorang Ayah. Foto itu di lihat oleh anak-anak Bagyo dan mereka
satu-persatu memeriksa dan berbisik. “Ini kan mirip Ayah ! katanya.
“Pseet… ! Jangan keras-keras.!
Dan yang terakhir sampai ke Jessica,
dan dia hanya diam memandangi Bram sambil matanya berkaca-kaca.
Saat itu Jessica tahu tentang tahi
lalat di leher Ayahnya dan di foto itu juga ada, karena itu dia diam dan
seperti ingin bicara.
“Ada apa Jessica?” Kata Tumini yang
sedikit heran atas perubahan yang ada pada Jessica.
Jessica segera berjalan melangkah
kearah Bagyo, dan bertaya, “Apa ini foto Ayah pada waktu kecil?” bisiknya.
“Bukan…! Itu Bukan..!” dan Jessica
semakin keras mendesak Ayahnya, “Ini kan tahi lalat Ayah..! Sama kan…!
Ya …! Sama seperti yang ada di leher Ayah itu!” kata Jessica.
Tumini saat
itu hanya diam saja, karena memang belum melihat foto itu.Kemudian Bram berkata,
“ Sebelumnya, saya minta maaf pada semuanya, karena ada hal yang ingin saya
sampaikan.! Sebenarnya Bagyo itu adalah adik saya!” kata Bram.
Mereka sangat terkejut atas berita
itu. Dan segera istri Bagyo merapat semuanya kepadanya dan saling bertanya. “Ya
istriku, Mas Bram benar-benar adalah kakak aku, dan karena sesuatu hal, aku
merahasiakannya!” katanya.
Saat itu semuanya menjadi
ramai, terutama Tumini, yang langsung bersujud di depan kakak ipar nya,
Bram, sambil mohon ma’af telah khilaf beberapa waktu yang lalu. Dan Bram
segera menarik Tumini untuk berdiri dan berbisik, “Sudahlah dik, saya juga
bersalah” katanya.
Dan tidak ketinggalan Jessica, yang
sangat akrab dengan Bram saat latihan Bisnis, langsung merangkul Bram dam
berkata, “Maaf Paman
atas kesalahan yang sering terjadi saat latihan dulu” katanya. Dan Bram
hanya tertawa menghadapi semua keponakannya itu.
Bagyo, setelah semua reda berkata,
“Saya yang meminta maaf pada semuanya, bahwa yang melakukan pelatihan untuk
kelima anak kita hingga sukses itu adalah Kaka Bram, itu semua karena aku dan
Kakak Bram sudah merasa tua, sehingga anak-anak juga harus bisa mulai Mandiri.”
Kata Bagyo.
Helena kebetulan duduk dekat Bagyo,
maka dia hanya diam saja sambil menyenderkan kepalanya ke bahu Bagyo. Dia
tersenyum memandangi Bram. "Ada apa Helena?"
"Ah tidak...! " Aku hanya ingin tahu saja, "Sejak tadi, baru
datang... Mengapa senyumnya mirip suami kita," katanya.
Dan Tumini,
saat itu yang berkata lebih dulu, “Kakak kita bisa menerima itu, karena
setelah berfikir panjang memang ada keteledoran. Aku terlalu sibuk mengajar orang
lain tetapi anak sendiri terlupakan, dan Terima kasih Kakak atas
pertolongannya! “
Meilan
yang agak ketus saat itu menyampaikan, “Gurunya saja orang pandai Ya jelas,
muridnya pandai!” katanya sambil tersenyum.
Duduk di paling dekat dengan Lucia
adalah Lolita,
yang seak tadi diam saja. Dia hanya berfikir,"Suamiku itu orang kaya,
tetapi tidak sombong, Tampan dan murah hati. Mengapa seperti itu?
Dan mereka semua semakin tahu, bahwa
pahlawan itu
adalah Bram, yang hanya ingin keponakannya mampu untuk mandiri di saat
bisnis memasuki persaingan keras.
Sekian, Terima kasih
telah membacanya!
djokobiz
Tidak ada komentar :
Posting Komentar