Rabu, 26 Desember 2012

Lucia hampir patah hati

Lucia hampir patah hati
Lucia hampir patah hati
Hidup bagi Lucia Denova tak semulus seperti kain sutra, dan setiap saat bisa berubah membuat pikirannya seperti berhenti karena harus mengabaikan kehidupan nyata yang rumit.

Setelah beberapa kali menolong  pria yang sering mabuk di taman itu, maka semakin tahu bawa orang itu sebenarnya orang kaya.

Tetapi, Lucia yang sederhana, telah jatuh cinta padanya sejak awal. Tetapi,  dengan berbagai pertimbangan, Lucia telah menyerah, dan merasa menderita sehingga hampir patah hati.


***


Lucia Denova hanya gadis biasa,  dua puluh enam tahun usianya, tinggi 165, putih dan berambut lurus dan sering di bentuk cepat dan praktis seperti gaya rambut ekor kuda.

Dia sehari-hari bekerja sebagai sekretaris sebuah perusahaan kecil. 

Tetapi dengan itu tidak menghentikan usahanya untuk bisa cukup terutama untuk bayar kost, makan dan transport. 

Dia memang pernah menjadi gadis model dengan pendapatan lumayan, tetapi dalam beberapa hal tidak sesuai dengan bathinnya. Karena itu terpaksa dia beralih untuk bekerja dengan penghasilan tetap meskipun gajinya kecil tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Seperti biasa, makan siang di Kafe Monas, dan hanya tempat itu kesukaannya, karena harganya terjangkau dan tempatnya lumayan bersih.

Ingatannya datang lagi saat dua tahun yang lalu pernah bertemu dengan orang “gila” di situ, di taman Tugu Monas. Dan pada kenyataannya dia hanya hilang di telan waktu. Beberapa saat ketika istirahat, dia memandang Tugu Monas itu. Tetapi, itu kan hanya sebuah Tugu yang diam meskipun tetap saja menjadi saksi nyata dalam kehidupannya. 

Ketika berjalan menuju kantornya, kadang kadang kakinya menendang daun atau bunga yang jatuh bahkan sesekali ada seekor Katak yang terlalu berani melompat dihadapannya.

Hidup sebagai bujangan memang tidak selalu enak bagi Lucia Denova, dan sering mendapatkan sepi. Dan sejak dulu menjadi terbiasa untuk menghapus pikiran jelek, bahkan ada banyak orang mendekat tetapi ujung ujungnya mereka sebenarnya menginginkan tubuhnya saja.  

Tetapi, seperti layaknya seorang gadis, dia sebenarnya tidak perlu menutup hatinya karena cinta, dan sebaliknya berusaha untuk menemukan cinta sejati yang datang dan bermakna bagi dirinya.

Itulah satu-satunya yang tidak adil, meskipun dia sering menyampaikan pada Tugu Monas yang megah itu.
.
Mengapa dia berkata pada Tugu Monas?
Mengapa tidak pada teman yang di anggapnya dekat untuk berbagi?
Benar bahwa Tugu Monas pada kenyataan nya adalah bangunan yang megah, bangunan yang membanggakan dan hampir semua penduduk di negeri ini ingin singgah untuknya.

Kelebihan yang lain untuk Tugu Monas, bagi Lucia adalah sebuah saksi bisu, dan dia tidak akan memberitahu siapa saja tentang rahasianya. 

Tugu itu di anggap Lucia sangat istimewa karena rahasia nya aman dan benar-benar tertutup olehnya, termasuk ketika dua tahun yang lalu dia mendapat sangat rindu dengan kehadiran Bram

Dia yang membuat dirinya harus  berburu ke seluruh pelosok dunia, dengan pikirannya, "Apakah benar di telah terlahir kembali sehingga bisa hidup mapan? Sedang apa dia sekarang?  Apakah mabuk lagi? Apakah ada yang menolongnya? Apakan ada yang mengurusnya? Apakah sudah menikah? bahkan, Apakah mungkin sudah mati dan orang kampung telah menguburnya tanpa nama?"
Lucia menangis ketika ingat itu, "Jika Engkau telah meninggal dunia, Apakah Engkau masih bisa melihat aku?"
Itu adalah nyanyian kesedihan untuk gadis sederhana seperti Lucia. Dia tidak memiliki keberanian untuk meminta, tetapi selalu memberi meskipun miliknya sendiri adalah sedikit, dan itu ikhlas.

Tugu Monas itu tetap diam  seolah membenarkan dan seperti tidak setuju jika Lucia selalu mencarinya, karena dia yang sebenarnya hanyalah gadis biasa. Sedangkan Bram, setelah tahu, adalah seorang yang sangat kaya raya meskipun sedikit gila. Hal yang terlalu jauh untuk menjadi kenyataan. Tetapi rasa cinta itu ada meskipun itu hanya singgah sebentar. Dan untuk menghapus ingatan itu memerlukan hampir dua tahun lamanya.
.
Perusahaan layanan pengiriman Barang adalah memerlukan bekerja cepat, memantau semua pengiriman sampai dimana setiap hari dengan layanan monitor melalui satelit atau GPS dan internet serta mencatat barang yang telah sampai di tempat sehingga semua bisa di layani dengan baik dan benar.

Pekerjaan yang melelahkan, tetapi dengan Jasa Lucia Denova, perusahaan itu telah tumbuh berkembang menjadi besar bahkan sampai ke luar negeri. Dia kedudukannya telah berubah menjadi manajer pengiriman dan penerimaan barang untuk yang memiliki nilai besar. Sepertinya pekerjaan itu dinikmati dan dia tetap bertahan di tempat itu.

Seperti biasa setiap pagi dia berjalan dan melambai ke Tugu Monas itu dan dia tersenyum selamat pagi Indonesia, semoga Tugu Monas itu tetap abadi. Dia selalu bergumam ketika berjalan di situ dan tak perduli meskipun hari pagi itu hujan. Tetapi sampai di tempat itu, dalam ingatannya, orang itu pernah tertidur sehingga menghalangi jalan setapak itu, dia selalu ingat kembali Bram dan seolah baru kemarin terjadi.

Pengiriman barang pagi itu hampir selesai, tetapi ada barang besar dalam sebuah Kontainer, dan diperiksanya sekali lagi alamat yang di tuju.

Siang itu Lucia menjadi lemas, karena ingatannya kembali seperti dua tahun yang lalu, tentang mengurus orang "gila" membersihkan wajahnya ketika jatuh berdebu dan memberi minuman.  Ya…! Alamat itu adalah alamat Bram, yang telah di buang dalam benaknya hampir dua tahun ini.

"Mengapa rekan bisnisnya mengirim barang itu dari Jerman melalui perusahaannya?"
"Mengapa kembali mengungkit masa lalu yang telah di hapus itu?" 
Lucia keluar kantor saat itu dan dari kejauhan memandang Tugu Monas itu seolah menyalahkannya. 
.
Hatinya berkata, “ Hai Tugu Monas…!  Mengapa engkau tidak pernah memberitahu tentang ini? 

Mengapa engkau seperti berdusta padaku bahwa rahasia ini hanya aku yang tahu? 

Mengapa itu telah membuat rusak suasana hatiku?"

Saat makan siang dia telah berpesan pada teman sekantornya, bahwa satu surat pengantar pengiriman barang itu biar di simpan dilacinya, karena ada yang perlu di pelajari dan nanti setelah makan siang akan di lanjutkan.

Jiwanya telah goncang dalam perjalanan ke Kafe Tugu Monas itu, dan sesekali menendang kerikil yang ada di hadapannya. Hatinya seperti Protes, karena sebenarnya dia benar-benar telah menyerah untuk bertemu dengan orang gila itu. 

Dan hingga hampir dua tahun seperti menyimpan bara di dadanya, karena dengan pertemuan itu membuat dia merasa tersakiti.  
Itu semua sebenarnya bohong, karena mungkin saja Lucia menangkap makna cintanya berlebihan. Sehingga mungkin saja dia telah salah menilai. Itu semakin jelas karena sebenarnya, menurut hati nuraninya,  Bram tidak salah karena dia hanya hadir dalam ingatannya dan berlalu, kemudian hilang tertiup angin.

Dia sadar saat ada nembusan angin yang datang dengan halus di halaman Kafe itu dan beberapa daun jatuh dan beberapa menerpa muka Lucia Denova. Sebuah perubahan seperti ada misteri yang datang dari Monas. Entah karena apa, saat makan itu terasa tidak seperti biasa. Di lihatnya Tugu Monas Yang begitu megah memberikan pandangan yang nyaman, bahkan ketika makan ada yang tak biasa. Alunan lagu yang berdendang dari sebuah radio milik Kafe itu telah membuat sentuhan-sentuhan di jiwanya dan membuatnya dirinya semakin nyaman.

“Ada apa dengan ini semua?  Apa yang membuat dirinya menjadi lebih bersemangat?  Mengapa seolah ketika pulang makan menuju kantornya hampir semua suasana gundah itu menjadi lenyap?”

Memikirkan berkas surat pengiriman barang itu, Lucia menjadi tergerak, karena barang itu sangat mahal nilainya. Dipelajari isinya dan itu menyebabkan Lucia harus mengantar surat itu sendiri untuk mengamankan perusahaannya dari keteledoran pengantarnya.

Kepercayaan dirinya telah datang dan seperti menatang,"Hai Tuan Gila! Hari ini Aku datang ! Apakah Engkau sudah siap dengan Jawabanmu?  Katakanlah yang sebenarnya, dan jika Engkau ragu segera katakan, agar aku tidak selalu berharap padamu!" 

Meskipun sedikit macet, siang itu hampir jam dua, Lucia sampai di alamat yang di tuju. Di pandangi gedung megah itu dan tertulis “Bram Stores Business Center
.
Melalui satpam didepan, dan dia di antar menghadap ke bagian penerimaan pengiriman barang dan mereka tampaknya sangat teliti memriksa berkas itu satu-persatu dan mencocokan dengan surat yang lain sebagai lampiran pesanan barang. 

Dia duduk menunggu di situ, tetapi sebentar petugas itu berkata,"Apakah Ibu benar Nona Lucia?"
"Oh..! Ya,,! Aku Lucia ! Ada apa pak.!"
"Ma'af Ibu..! Saya di suruh Bapak untuk meminta Ibu ke lantai tiga di ruang Bapak Direktur!"
"Apa yag dikatakannya tadi?"
Dia berkata,"Pak Sugadi, Tolong di bawah itu ada Nyonya saya, namanya Lucia. Ajak dia ke atas ke tempatku!"
Lucia sangat marah saat itu, tetapi di tahannya agar petugas itu tidak curiga.

Lucia mengetuk pintu itu, dan tampaknya dari dalam telah di tunggu dengan suara khas Bram yang tertawa lebar dan mereka bersalaman.

Benar Lucia sangat Grogi saat itu, dan mencoba menutupinya dan seolah ada percaya diri untuk menenangkan suasana hatinya.  Tetapi masih kalah cepat oleh Bram, karena dia telah menyodorkan minuman aqua dingin untuk pelepas dahaga.
.
“Bagimana kabarnya Lucia…! Apakah baik-baik saja?”
“Ya Bapak…! Saya memang bekerja di tepat pengiriman barang itu, dan karena nilainya besar, maka harus saya sendiri yang mengantar untuk keamanannya.”

Bram tertawa lebar dan dia menuding ke  TV Monitor di depannya. 

“Lihat itu di sana, di bawah, tempat kamu tadi duduk menunggu pemeriksaan, dan aku perhatikan sangat lama dan sepertinya kamu yang saya cari hampir dua tahun ini."
.
"Bapak..! Apa boleh aku bertanya?"
"Ya  ! Silahkan!"
"Tadi petugas itu menegurku, katanya, Nyonya Bram, Anda di tunggu Bapak di atas!  Pertanyaanku, Apakah Bapak benar tadi memerintah seperti itu pada petugas itu!"
Bram sangat keras dan berkata," Iya..! itu betul, karena aku memang sudah mencarimu begitu lama, dan baru saat ini kita bisa bertemu!" katanya.
"Ah..! Bapak..! Aku sangat malu ketika di panggilnya tadi, dan saya semakin tahu bahwa Bapak selalu ingin bergurau denganku"

"Oh..! Tidak..! Tidak seperti itu maksudku! Kamu tahu, setiap Bulan Purnama aku datang ke Tugu Monas itu, hanya untuk berkata pada Bulan, Hai Bulan...! Dimana Lucia milikku?  Tolong sampaikan padanya bahwa aku selalu menunggu untuk menemukannya! Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada Tugu Monas itu sebagai saksinya!.” katanya.

Lucia hampir tidak mengerti tentang pembicaraan itu, seperti sebuah misteri yang tidak mudah terungkap. 

"Ah Bapak ini..! Sebenarnya, selama ini Aku tidak mudah percaya tentang rayuan seorang laki-laki siapapun itu."
Begini Lucia, Aku memang telah menunggumu sejak lama, dan ma'afkan Aku. Itu tadi memang sengaja aku suruh begitu, karena hanya Engkau yang boleh menjadi Istriku!"

“Ah…! Apakah benar begitu Bapak…?  Apakah ada yang salah tentang pembicaraan kita di masa lalu?”

“Ya …!  Itu benar.. Engkaulah yang salah, karena diam-diam telah mencuri hatiku, dan itu adalah fakta! Karena itu sekarang aku akan menghukummu!” katanya. 

“Berapa nomor telepon kantormu?”  Lucia memberikan itu padanya dan Bram menyambung kesana, “Benarkah ini kantor pengiriman barang….?” “ Ya…!  Iya… Ini seperti yang Anda sebutkan !  Apakah ada yang salah dalam dokumen Anda?” 
 .
“Tidak…! Tidak itu…!  Saya mohon izin  tentang itu, petugas pengantar barang Anda yang namanya Lucia, ternyata itu adik saya yang telah hilang!  Karena itu, untuk merayakannya setelah bertemu, saya minta izin untuk hari ini dia tidak kembali ke kantor Anda! Apakan ini di Izinkan..!”

“Oh Ini Bapak Direktur Bram..!   Ya…!   Ya… bisa…!  Bisa! “
“Terima kasih…! “ Bram menutup telepon itu.

Seorang yang sederhana seperti Lucia, saat itu seperti di sambar petir. Karena rayuan Bram memang sudah sangat keterlaluan, sehingga hatinya benar-benar"Klepek-Klepek."

Lucia hampir tidak  bisa bernapas dan matanya berkaca-kaca sehingga dia dengan cepat menghapus airmata yang terlajur jatuh di bajunya. Pikirannya melayang jauh sekali dan dia hampir tidak percaya tentang apa yang dikatakan oleh Bram. Dan hanya Dia di dunia ini yang mampu memporakporandakan semua keteguhan hatinya. Dan di kursi ruang tamu itu, Lucia seperti diam dengan pandangan kosong karena rasa percaya diri yang di siapkan sejak semula itu ternyata telah hilang.
.
Bram dalam keheningan itu berkata,“Lucia, seperti yang telah kukatakan Dulu padamu, engkau telah menyelamatkan hidupku hingga seperti ini sampai sekarang. Kalau tidak ada kamu saat itu, maka sampai sekarang aku mungkin tetap seperti gelandangan, suka mabuk dan mirip orang yang hidupnya terlantar. Entah karena apa, aku terus memiliki kemampuan berfikir untuk memulai hidup yang lebih berguna. Yang jelas hidupku saat itu telah berubah dan itu selalu ku ingat tentang sebuah kesederhanaan dalam segala hal, sangat santun,  selalu menolong orang lain dan itu adalah kamu."

Lucia mulai menangis, "Bapak..! Aku benar-benar tidak tahu tentang apa yang harus ku katakan pada Bapak!"
"Lucia, Aku selalu ingat semua yang kaulakukan untuku saat jatuh itu, membersihkan mukaku yang lama tidak tersentuh air, memberikan minuman air segar, membuang botol brendi dan itu masih ada senyum di wajahmu.  Ada kata-kata lagi yang kuingat sampai di rumah, "Jangan minum lagi karena itu tidak baik untuk kesehatan!" 

Lucia menangis dan menutup mukanya dengan tangannya dan berkata,"Ma'afkan Aku Bapak..! Apa aku ada yang salah..!"

"Lucia, Aku selalu ingat  peristiwa seperti itu mungkin hampir tidak ada manusia di seluruh dunia ini selain kamu yang mau melakukan untuk aku. Itulah sebabnya aku hampir patah hati karena sehari-hari menanggung rindu untuk selalu mencarimu,  dan itu Aku lakukan tidak pernah putus seharipun.” katanya.

Lucia benar-benar menangis saat itu dan Bram mendekat di sampingnya. “Maukah engkau menikah denganku?”

Kata-kata Bram seperti petir di siang bolong menggelegar seperti meremas dan membuat porak poranda semua yang ada dalam hati Lucia dan bahkan tubuhnya seperti menggigil karenanya.

Lucia semakin keras menangis dan benar menggigil ketakutan. “Apakah Bapak tidak menyesal, karena saya kan hanya gadis miskin dan tidak memiliki apa-apa?” 


Senyum Dewi Antonitet
Tiba tiba Bram merangkul Lucia dan dia jatuh menangis di pangkuan Bram. 

Bram Mengelus rambut Lucia dan pikirannya sekarang telah menjadi semakin nyata bahwa benar cita-citanya terwujud, meskipun dengan perjuangan yang tak kenal lelah.

Baginya, Lucia seperti Dewi Antonitet yang menjelma ke bumi dan tersenyum, kemudian berkata, "Dunia memerlukan orang sepertimu Bram, orang yang mengerti penderitaan orang lain, maka temukan kebahagian-mu sampai akhir hidupmu!"

Lucia menangis dalam pelukan Bram saat itu dan benar, dia memintanya besok untuk menikah dengannya. Karena itu, semua kelengkapan telah di siapkan oleh anak buahnya.

"Lucia, ma'afkan aku, sebenarnya aku telah tahu tempat kerja kamu satu minggu yang lalu, sehingga di ruang bawah sana telah di siapkan resepsi pernikahan kita besok." Bram berbisik saat itu, dan Lucia memandang Bram dengan tajam.

"Ayolah Lucia, mari kita jalani hidup ini bersama, dan semoga Tuhan mengijinkan kita hidup berkeluarga sampai hayat memisahkan kita"

"Yang di katakan Mas Bram itu semua apakah benar, padahal aku tidak membawa apa-apa!"

Bram sambil membelai rambutnya dan berkata,"Lucia, sebelumnya aku telah menyiapkan semuanya, bahkan ukuran bajumu, diam-diam seminggu yang lalu telah datang orang yang mengaku untuk membuat baju seragam padamu, Iya kan..!"

Lucia mengangguk dan berkata,"Jadi orang itu Engkau yang menyuruh"

Bram tertawa agak keras, dan berkata," Lucia, ada baiknya Engkau mandi dulu dan ganti bajumu di sana, dan setelah itu kita pergi ke Kafe Monas itu untuk makan, Engkau sudah lapar kan..!"

Didalam kamar mandi itu Lucia berfikir keras dan diperiksanya semua baju baru itu memang pas dengan ukurannya. Dia keluar dari kamar ganti itu dengan tersenyum, meskipun matanya masih merah karena habis menangis.

Bram di luar telah menyambutnya, dan benar luar biasa cantik, Lucia yang sebenarnya mantan Foto model, sehingga sore itu semua panitia yang ada di bawah terkagum-kagum dengannya saat berjalan keluar bersama Bram.


Sepertinya rasa sakit itu telah hilang, dan Lucia baru percaya saat itu. Dapat di bayangkan bahwa empat jam yang lalu masih seorang karyawan di tempat kerjanya, sedang  saat ini dia menjadi calon Istri  Bram.


Kembali seperti saat awal, Tugu Monas itu memang hanya sebuah bangunan yang megah, tetapi ternyata didalamnya ada penuh misteri, seperti dialami Lucia Denova yang hampir patah hati, dan tetap saja Tugu Monas menjadi saksi abadi bagi mereka berdua untuk menyempurnakan hidupnya dengan hidup berumah tangga bersama Bram.

Sekian, Terima kasih telah membacanya!
djokobiz 

Tidak ada komentar :