Rabu, 26 Desember 2012

Apakah Bram Berselingkuh?


Apakah Bram Berselingkuh?

love affair at in another cubicle...
Kecurigaan Lucia pada Bram semakin besar, karena ada pertanyaan yang belum terpecahkan. 
"Mengapa Bram rela membimbing anak-anak Tumini?"
"Mengapa Bram mau memberikan modal untuk bisnis anak-anak itu dan cukup besar nilainya?"
Dan pertanyaan itu membawa berfikir negatif, "Benarkah Bram telah berselingkuh dengan Tumini yang cantik itu?" 

***

Bagi Bram, kenangan di Tugu Monas tidak pernah hilang dari setiap langkahnya, dan setelah beberapa tahun hidup dengan Lucia Denova telah memiliki anak laki-laki dan perempuan.

Lucia memang biasa bekerja rajin, dan karena itu, dengan bimbingan Bram menjadi semakin pandai.  

Seperti arahan darinya, maka kali ini Lucia benar-benar nyata telah mampu mewakili dirinya mengurus perusahaan itu.

Tetapi Bram merasa sepi jika tidak ada kegiatan yang menantang. Itulah salah satu sifat yang ada pada dirinya yang sering memiliki ide gila, sehingga membuat dirinya harus mencari kesibukan lain yang berbeda.

Usai rapat, Bram mendekat pada Bagyo, “ Saya akan menguji anak-anakmu, Apakah boleh!” katanya berbisik  saat ada pertemuan Dewan Komisaris  “Tumini Stores Business Center”.
Seperti biasa, Bagyo ingin detail dalam pembicaraan itu, dan meminta Bram bertemu di Kafe Milik Gonzales, kebetulan dia sedang berlibur di Australia bersama Gina, dan urusan Kafe di titipkan padanya.

Dua orang itu  memang semakin tua, tetapi pikirannya masih seperti orang muda, dan Bram memiliki strategi tersediri untuk itu, sementara  anak-anaknya sediri masih belum dewasa.
Awal yang menegangkan di Singapura, meskipun anak-anak Bagyo belum lulus kuliah, Bram memberi pekerjaan tambahan pada semuanya untuk menjual sesuatu barang “dari pintu ke pintu”  dan selalu memeriksa laporan hasil pejualanya melalui email.
Bulan pertama berjalan, dan luar biasa mereka hanya mampu menjual 20% dari yang di targetkan. Karena itu, Bram mengajak Lucia untuk meninjau langsung kesana.
.
Lucia pertama-tama melihat ketimpangan dalam laporan, dan ada rasa curiga bahwa mereka belum cermat dalam memilih pelanggan sesuai spiifikasi barang yang di jual.

Saat itu Bram hanya tertawa, dan memang Bram memiliki cara mendidik yang sedikit gila saat itu.
Akhirnya dia memilih suatu produk miliknya dan menentukan target pasar yang harus di buru.

Bulan berikutnya, Bram dan Lucia hadir lagi, dan Bram sekali lagi tertawa lebar dan berkata, “Bukan…! Bukan itu maksudku…! .
Lucia sekali lagi memeriksa pembukuan itu. Benar bahwa catatan pembukuan telah sempurna.

“Mengapa penjualan hanya tercapai 70%?”
Sekali lagi Lucia. dengan pengalamannya,  menemukan kesalahan kecil dalam menetapkan sasaran target penjualan.
“Anak-anak, coba pertimbangkan! Jika Anda menjual parfum di lingkungan orang kerja, kira kira yang membeli banyak kaum laki-laki atau kaum perempuan?” kata Bram.
“Kaum perempuan…!” Jawaban mereka hampir serempak.
“Itulah yang saya maksudkan! Bahwa setiap produk itu ada hal spisifik untuk memiliki peluang berhasil dalam penjualan, karena itu teliti produk itu dengan benar agar tepat menentukan target pasar yang sesuai ” katanya. 

Bulan demi bulan tes penjualan pada anak-anak itu semakin meningkat, sehingga Bram memutuskan untuk membuat Mini Market masing-masing satu.
.
Yessica, sebagai kakak tertua memang punya tugas berat untuk itu, dan setelah bulan pertama berajalan, dari pemeriksaan nya, hanya Yansen yang paling sedikit mendapatkan keuntungan. Karena itu, dia benar-benar mengarahkan untuk menemukan solusinya.
Yessica sempat marah karena Yansen kurang focus. Maklum lah bahwa , dia memiliki postur tubuh yang seimbang dan tampan hampir mirip dengan Bagyo, Ayahnya,  maka gangguanya sangat 
banyak karena banyak gadis yang menggodanya. 
Tetapi, Yansen dengan bimbingan Jessica yang keras, dan benar-benar disiplin maka dia di tekan untuk bersaing, dan pada akhirnya tergugah semangatnya dan bisa mengimbangi saudara-saudaranya.

“Lalu…! Ada apa dengan Bram yang telah rela membantu Anak-anaknya Bagyo”
Apakah Tumini berselingkuh dengannya?
Itu adalah pertanyaan Lucia yang tersimpan dalam hatinya dan dia berfikir untuk mencari jawaban, meskipun sampai saat ini belum menemukan.
Dia dulunya gadis sederhana, sehingga ada hal-hal yang ingin diketahui  tetapi sangat  takut menanyakan pada Bram. Itu semata-mata karena dia tidak ingin melukai perasaan Bram.
Bisnis Anak-anak Bagyo tahap demi tahap berkembang dan  saat ini masing masing memiliki tiga mini market terkecuali Yessica yang dengan kemampuanya telah mengembangkan menjadi empat Mini Market.
Seperti biasa, pada setiap Bulan Purnama, Bram, Lucia dan anak-anaknya datang ke Kafe Tugu Monas, bahkan Lucia sering bernostalgia memandangi Tugu Monas itu dengan senyum yang lebar. Menendang-nendang kerikil yang ada di jalan dan sesekali  tersenyum mengingat masa lalu.
Sampai saat ini Lucia berfikir keras untuk ingin tahu, “Mengapa Bram begitu mudah memberikan modal pada anak-anak Bagyo yang tidak kecil bahkan bernilai milyaran?”
Karena itu, saat datang lagi ke Tugu Monas bulan itu Lucia terpaksa memberanikan diri untuk bertanya.

 “Mas Bram…! Bolehkah aku bertanya tentang sesuatu?”
“Ada apa?”
“Apakah aku pernah berselingkuh?”
“Apa hubunganku dengan Bagyo?”
“Apa ingin membuat Super Market?”

“Ah…! Enggaklah…!  Enggak jadi bertanya aku…!”
Lucia saat itu benar-benar salah tingkah dan menjadi sangat ketakutan untuk melanjutkan pertanyaannya.
Bram saat itu telah tahu tentang sikap Lucia yang sedikit berbeda, karena itu meninggalkan sebentar anak-anaknya di Kafe itu dan mengajak Lucia berjalan lebih dekat ke Tugu Monas.

Engkau berselingkuh dengan Tumini?
“Lucia, sekarang katakanlah tentang apa yang kau pikirkan..!”
“Aku takut mas…!” Lucia mulai menangis dan Bram membimbing lebih dekat dengan Tugu Monas.
“Ayolah…! Sekarang katakan pertanyaan itu..! Lihatlah disana Bulan mulai tampak Bulat dan Itu Tugu Monas semakin tampak lebih terang cahayanya..!”
“Mas Bram tidak marah…!”
“Baiklah…!  Aku berjanji dan Tugu Monas itu adalah saksinya !”
“Mas Bram, aku sudah lama curiga.. mengapa Mas memberi banyak harta pada anak-anak Tumini..!
Bram hanya diam saat itu dan itu menambah Jengkel Lucia dan pikirannya semakin berat, penuh dengan kecurigaan dan seperti tidak terbendung lagi.

 “Mas…! Benarkah engkau berselingkuh dengan Tumini yang cantik itu?” 

Suara Lucia sambil manangis seperti protes keras.
Bram hanya tertawa keras terpingkal-pingkal dan hampir tak tahan karena perutnya menjadi sakit.  

Dan itulah Bram, yang kadang-kadang menjadi sedikit gila.
“Diberi tahu enggak ya…!” kata Bram sambil tersenyum mirip artis dalam sinetron.
“Mas….! Aku ini bertanya sungguh sungguh..!” dan sepertinya Lucia ngambek saat itu.
“Begini sayang…!  Sebaiknya aku cerita di Kafe itu agar semuanya jelas!”
“Bagaimana? Apakah engku setuju…?”
Dan Lucia Mengangguk saat itu, mengikuti permintaan Bram.
Mereka berdua tampaknya telah sepakat  dan berjalan menuju Kafe itu dan Bram tampak riang sekali. 
Karenanya, Lucia  benar-benar sangat marah dan menunjukkan muka yang cemberut dan diam.
Di Kafe itu mereka bertemu anak-anaknya dan,” Ayah ..! Ibu..!  aku main Game sekali lagi ya..!” Lucia setengah agak mendongkol, menjawab pendek, “Ya sayang… ! Tetapi satu jam saja ya..! “  “ Ya…! Termakasih Bu…!”
Bram membawa Lucia ke meja paling pojok, duduk berhadapan, sehingga bisa saling memandang  dan mereka seperti terdiam sesaat.

“Ingin tahu betul tentang masalah itu…!” sekali lagi Bram menggoda Lucia.
“ Mas Bram…!    Ayolah…!” seru Lucia dengan agak marah dan matanya melotot.
“Ya …! Sebentar …! Tetapi ada syaratnya…!”
“Apa syaratnya Mas…!”
“Ya…! Coba tunjukkan senyumu yang paling indah di Dunia ini padaku, Mau kan…!”  Bram tetap tersenyum saat itu.
Perasaan Lucia saat itu seperti terbang dan merasa ada yang salah tentang sikapnya dan dia terdiam sesaat. Pikirannya berjalan pada sekitar kecurigaan itu.
“Mungkinkah kecurigaanku itu salah?” 
“Mengapa Bram memberikan harta yang cukup banyak itu pada orang lain?”
Sebagai seorang ibu Lucia berfikir, “Bagaimana nanti jika anak-anaknya sediri tidak mendapat bagiannya?  
Mereka terdiam sesaat dan Angin malam semilir telah menerpa mereka dengan halus.  Saat itu Lucia merasakan seolah seperti terbebas dari rasa curiga dan pikirannya menjadi terbuka. Dan tanpa disadari Lucia telah tersenyum lepas seperti dulu saat tidak ada masalah.
.
“Lucia, sebenarnya Bagyo itu adalah adikku sendiri, hanya saja dia lahir dari istri kedua Ayahku” katanya pelan.
“Jadi…! Jadi…!  Mereka semua itu sebenarnya saudaramu…! “ kata lucia.
“Lihatlah…! Aku dan Bagyo kan ada kemiripan, tingginya hampir sama, hanya aku sedikit tampan dan Bagyo agak lebih banyak!  Iya kan…!” Bram tertawa sendirian.
“Ah…! Mas Bram itu ada-ada saja…! “ seloroh Lucia.
“Benar…! Saat itu Ibu tidak berkenan, tetapi saat Ibunya Bagyo jatuh sakit, dia telah menitipkan Bagyo untuk di bimbing Ayah dan akhirnya  sebelum meninggal, Ibuku telah setuju, meskipun akhirnya ibunya Bagyo tak tertolong lagi. “
“Terus Bagyo ikut siapa?”
“Saat itu, atas kemauan Ayah, Bagyo harus tinggal dalam satu rumah denganku. Hal yang biasa, sama-sama pada satu sekolah yang sama dan kami berdua telah lulus.”
“Dia memang anak yang hebat dibandingkan aku, dan setiap pagi semenjak dirumahku, dia melayani Ayah dan ibuku seperti Ayah Ibunya sendiri dan bahkan sangat manja meskipun tidak cengeng.
“Oalah mas…! Aku baru tahu itu..! Jadi Tumini itu adalah adik iparku?”
“Ya…! Benar…!  Tetapi Bagyo belum pernah memberitahu ini kepada Tumini, sehingga dia tidak tahu tentang hubungannya Bagyo dengan aku!  Dan saya minta jangan diberi tahu dulu, karena Bagyo belum mengizinkan!” kata Bram.
“Ya aku tahu…!” Jawab Lucia pendek.
Pikiran Lucia saat itu menerawang kedepan, bahwa ada cerita perjalanan anak manusia yang berbeda dan itu ada didekatnya. Dua orang saudara, yang satu mencoba berjuang sendiri untuk tetap hidup, yang lain mengembangkan hartanya untuk bisnis yang menguntungkan dan keduanya menjadi kaya. Lucia geleng-geleng kepala dan merasa heran dengan perbedaan itu.
“Terus warisannya bagaimana? Kata Lucia.
“Begini…! Aku…, karena lebih tua.., sesuai wasiat Ayahku mendapat lebih banyak dari Bagyo, tetapi hati kecilku tidak tega, sehingga semuanya saya jumlah dan saya bagi dua. Karena itu sebagian saya berikan padanya, tetapi dia tidak mau.”
“Terus selanjutnya bagaimana?”
“Sisa itu saya taruh itu di Bank, dan bunganya saya berikan pada anak-anak itu sekarang ini!”
“Terus bagian Dik Bagyo sendiri bagaimana dari bagian warisan itu”
“Sejak dulu Adikku itu jujur, sehingga sampai saat ini, harta pemberian almarhum Ayah itu masih utuh dan tidak pernah di ambil di Bank kecuali bunganya saja  yang diambil!”
“Jadi dik Bagyo itu sebenarnya orang kaya..!”
“Ya jelas !, karena itu meskipun dia tidak bekerja, maka selalu ada uang di sakunya karena dia betul-betul hemat..! Lihatlah…! Saat kedua isterinya sering bertengkar, maka dia langsung membuat rumah sebesar itu, yang semuanya dari bunga bang miliknya yang selalu di simpan kembali.”
“Hem…! Ternyata hari seperti ini masih ada juga orang jujur!” kata Lucia.
“Bedanya, jumlah harta Bagyo di Bank itu kira-kira hanya sepertiga dari milik kita, karena milik kita itu kan kita putar lagi dalam bisnis yang menguntungkan.”
“Ya..! Aku tahu…! Tetapi masih sangat besarkan milik Dik Bagyo itu?”

“Itulah kelebihan Bagyo, yang ingin berdiri sendiri dan hanya menyerah jika  benar-benar sudah tidak mampu.” Kata Bram.
“Lucia…! Aku benar-benar kasihan padanya! Dia itu paling sering saya marahi karena tidak pernah memakai harta itu, dan dia lebih memilih hidup miskin di sebuah Desa dengan mulai bisnis sendiri dari kecil. Dan sekarang dia benar-benar telah menunjukkan seperti usaha Almarhun Ayah yang menjadi besar”

“Bisnis apa yang dilakukan Mas…!” sela Lucia.
“Bahkan aku pernah datang saat dia masih miskin ke bengkel sepeda motor di desa itu sangat kecil, dan saya Tanya tentang hasil sehari-harinya, hanya cukup untuk makan! ”
“Saat itulah aku bermaksud memberikan uang banyak untuk di simpan, dan dia dengan prinsipnya belum bisa menerima”

“Lalu apa jawabannya?”

“Mohon ma’af Mas…!  Sesuai janjiku pada Almarhun Ayah saat masih sehat, Aku akan berusaha keras untuk mandiri!”
“Apa Mas tidak memaksanya untuk hidup lebih baik lagi?”
“Lucia…! Bagaimanapun juga dia adalah adikku satu-satunya, bahkan ketika sekolah secara online dan harus ujian ke Amerika, dia tidak punya uang. Karena itu saya sangat marah dan saya paksa  untuk berangkat dan semuanya saya penuhi..! “
“Akhirnya dia benar lulus memuaskan dan mendapatkan gelar Sarjana di bidang Bisnis!”  

 “Bagaimana Lucia…? Apakah sudah jelas…! Apakah kamu masih menuduh aku berselingkuh dengan Tumini?”
Lucia serentak berdiri, mendekat pada Bram, mencium nya dan berkata, “Ma’af…mas..!   Aku telah mencurigaimu…!  Dan berfikir yang kurang baik…!”

Bram hanya mengangguk dan tersenyum.
Dan benar bahwa malam itu ada perubahan di wajah Lucia,  seperti orang muda lainnya, Bram mencubit Lucia dan, “Aduh..sakit Mas…!” 
.

“Lucia…! Coba Itu..!  Lihatlah…! Bulan itu semakin bulat dan terang”
“Kalau Bulan  Bisa Ngomong, mungkin mentertawakan kita yang sedang bertengkar…!  Iya kan..!”
  
“Ah…!  Mas Bram .. ada ada saja..!  Siapa tahu dia bisa ngomong beneran!” kata Lucia sambil tersenyum aga genit. 

Malam itu beban pikiran Lucia sangat ringan dan Bram mengajak mereka dan terseyum santai pulang menuju rumahnya.

Ada orang seperti Bagyo, yang telah membuktikan, bahwa kelemahan manusia bukan semata-mata karena tidak memiliki uang, tetapi dia telah memilih dan menempatkan kreatifitas dengan benar untuk bertahan hidup.

Sekian, Terima kasih telah membacanya!
djokobiz

Tidak ada komentar :