Cintaku Terjepit Poligami
Two Wife |
"Apakah ada senyum, syukur,
kasih dan cinta dalam poligami?"
“Apakah Adil hanya merupakan
kata bijak?”
Tumini
benar dan dia memang belajar dari pengalaman yang tidak menyenangkan itu.
Dan itu terjadi semenjak Meilan di ijinkan menikah oleh Tumini, dan saat itu juga dia mulai merasakan ada yang merampas kebahagiaan.
Dan itu terjadi semenjak Meilan di ijinkan menikah oleh Tumini, dan saat itu juga dia mulai merasakan ada yang merampas kebahagiaan.
Tumini
dengan kebaikannya, ternyata telah disalahgunakan oleh Meilan, sehingga
akhir-akhir ini Bagyo jarang pulang kerumah.
Sebenarnya di lubuk hati Tumini,
masih ada senyum, syukur, cinta dan kasih yang terbukti dia rela untuk di
madu.
Tetapi ternyata selanjutnya itu
sangat berbeda. Dan karena itu, dalam pikiran Tumini, membenarkan bahwa monogami
adalah bentuk yang paling alami perkawinan dan terbaik.
Karena benar saat memulai hidup
bersama Bagyo, masing-masing menganggap perasaan, sentimen dan
manfaat seksual dari yang lain, sebagai eksklusif milik mereka berdua.
“Lalu bagaimana saat ini menjadi
milik bertiga? “
“Bisakah kita membagi dengan baik tentang
hal itu?”
Ini sungguh-sungguh konyol, dan
ketika Bagyo pulang kerumah, maka telah di hadiahi seribu sumpah serapah,
sehingga Bagyo semakin diam kerena itu.
Dan baru kali ini Tumini benar-benar
seperti aktris sinetron
yang paling kejam jika kita rekam dalam keadaan seperti itu.
Sebuah kesalahan besar telah
dilakukan Bagyo karena lebih 5 hari tinggal dengan Meilan, dan karena itu
telah menyebabkan situasi di rumah itu benar-benar panas.
Itu semua, karena menurut anggapan Tumini, salah satu istri dianggap sebagai istri favorit dan
menikmati hak penuh, sedangkan istri lainnya diperlakukan sebagai pelayan saja.
Bahkan mereka tinggal di rumah terpisah.
“Apakah Bagyo wajib menjaga istri
favorit selama ia hidup?”
“Apa alasan Bagyo berlaku seperti
itu?”
“Mungkinkah Bagyo mulai kurang suka
dengan Tumini?”
Pagi itu Tumini memaksa ikut bersama Bagyo, dan dia ingin tahu sebenarnya
yang telah terjadi. Tetapi, ternyata Bagyo membawa Tumini ke tempat Meilan.
"Apa yang terjadi saat sampai
disana?"
Sekali lagi Bagyo mendapat seribu
sumpah serapah dari Meilan, itulah yang terjadi pagi itu di ruang tamu, dan
mereka berdua bertengkar sampai lelah.
Seorang Bagyo adalah manusia biasa,
dan benar bahwa kata-kata “adil” itu hanya kata-kata bijak saja.
Inilah kenyataan yang telah di
jalani selama lima tahun hidup bertiga hampir tidak ada senyum, bersyukur,
cinta dan kasih dan hari-hari dipenuhi tindakan hanya saling menyakiti.
Bahkan sekarang Bagyo telah memiliki
tambahan dua anak dari Meilan,
dan semuanya ada empat anak yang memerlukan bimbingan sejak dini.
Bagyo yang polos ternyata hanya
pusing di buatnya dan mereka tetap saja saling serang bahkan banyak kata-kata
yang seharusnya tidak di ucapkan karena pasti itu sangat menyakitkan.
“Apakah hal ini tidak ada solusi
yang tepat?”
Dan sekitar dua jam mereka
bertengkar, sepertinya mereka sudah kelelahan. Maka Bagyo,
dengan penuh kesabaran membimbing mereka berdua untuk berdiri, memeluknya
bersama dan dia hanya berkata, “ Ma’af, ternyata aku sudah membuat engkau semua
saling menyakiti!”
Mereka dalam bahasa penyampaian umum poligami
, Jika seorang pria menikahi dua wanita dan perempuan setuju dan senang dengan
situasi ini maka seharusnya tidak ada masalah.
“Apakah itu benar?”
“Apakah bisa berbagi cinta sama
untuk kedua istri?”
“Bagaimana hubungannya anak
dari istri pertama dan istri kedua Anda? “
Dari nasihat hati nurani yang
berbicara keras telah membisiki Bagyo karena itu, “Jadi, jika pria dapat menangani
semua ini, maka ini mungkin akan baik, meskipun gaya hidup ini tidak ideal bagi
banyak pria, tapi untuk beberapa mungkin itu bisa dilakukan.”
Tetapi semua yang telah melakukan,
“Apakah dapat dengan mudah dengan hal ini tentang keluarga dan
masalah yang datang dalam poligami telah menjadi
bentuk umum dari perkawinan? “
“Apakah praktek dunia nyata poligami tampaknya
mengalir dari keinginan laki-laki untuk menikahi semua wanita yang mereka dapat
memiliki anak dengan itu?”
“Apakah kebanyakan mereka
belum terpikirkan tentang gambaran umum yang semakin berat saat akhir sebuah
perjalanan?”
Dan
itu mungkin sepenggal perenungan Bagyo yang sedang dalam keresahan hatinya
menghadapi masalah dengan silih berganti.
Belum
lagi memikirkan bagaimana posisi
seorang pria dan seorang wanita berkaitan dengan jumlah anak-anak masing-masing
dapat memiliki berbeda.
Kali ini, hari mulai panas, dan
sekitar jam 11 siang, Bagyo memegang kedua tangan isterinya dan memohon agar
mereka saling mema’afkan.
Bagyo memang hanya bisa ber ucap sedikit, kemudian, dengan menyatukan tangan mereka, Bagyo mencium mereka berdua sambil berkata, “Bagaimana kalau kita makan bersama?” Dan dipandangi kedua isterinya itu berganti-ganti agak lama. Akhirnya Tumini mengangguk dan di ikuti Meilan.
Bagyo memang hanya bisa ber ucap sedikit, kemudian, dengan menyatukan tangan mereka, Bagyo mencium mereka berdua sambil berkata, “Bagaimana kalau kita makan bersama?” Dan dipandangi kedua isterinya itu berganti-ganti agak lama. Akhirnya Tumini mengangguk dan di ikuti Meilan.
Makan siang bersama, memang mereka
sangat jarang, dan karena itu seperti ada perseteruan seperti kucing dan tikus.
“Apakah makan siang mereka bisa
membuat keadaan lebih baik?”
“Benarkah mereka sebenarnya
masing-masing menuntut hak yang mungkin saja Bagyo tidak tahu?”
Bagyo, dengan pelan menggiring
mereka untuk akur, dan sepertinya ada hasilnya.
Siang itu Bagyo memang sengaja tidak mengurus bisnisnya, dan seluruh waktunya hanya untuk kedua Isterinya.
Karena itu, sampai jam 3 siang,
mereka kelelahan setelah belanja dan memenuhi berbagai hal untuk mereka.
Tumini memulai berbicara, “Dik
Meilan, apa sebaiknya kita pulang?”
Meilan
yang ada di sebelah Bagyo hanya cemberut atas pertanyaan itu, dan dia
menggelengkan kepalanya.
Tetapi, kemudian dia berkata pada
bagyo, “Mas…! Hari ini pulang kemana?
“Ya pulang kerumah!” jawabnya
singkat.
“Kerumah yang mana?”
“Ya.. Kerumah kita!”
“Rumah kita yang mana?” tiba-tiba
Tumini memukul-mukul lengan Bagyo.
“ Ya pokoknya Rumah kita!”
Dan mereka berdua ramai berebut, dan
Bagyo kali ini hanya diam saja. Ini hanya salah satu saja contoh dalam poligami, yang pada saatnya terjadi saling berebut dan mereka belaku
seperti memberikan pembenaran masing-masing untuk tindakannya.
Mereka menjadi emosi, dan sepertinya
hampir saling bertahan, dan tampaknya Bagyo hanya diam saja kemudian membelok
kan mobilnya di sebuah rumah besar. Bagyo
memberitahu, “Kalau kita, sementara ada disini bagaimana?” Mereka saling memandang
dan sepertinya mereka telah setuju.
Mereka hanya duduk di ruang tamu
itu, dan saling pandang.
Tumini memulai bicara, “Ini rumah
siapa?” tetapi Bagyo diam saja. Dan kemudian Meilan bertanya, “Ini rumah siapa Mas…!?”
Saat itu Bagyo baru bisa
bicara, “Ini semua adalah rumah kita yang baru saja selesai di bangun, dan itu
termasuk kamar , ruang bermain anak-anak, dan ruang belajar untuk anak-anak
kita!” katanya.
“Rumah kita?” mereka serentak
bertanya lagi seperti tidak percaya.
Setelah masuk rumah itu, maka mereka
berkeliling ke semua tempat, bahkan untuk kamar mereka bertiga dan mulai
ada senyum, syukur cinta dan kasih dalam memulai kembali sejarah baru.
Mereka menjadi berubah, setelah
memilih kamar untuk anak-anak mereka dan kali ini tinggal melengkapi asesoris
yang sesuai dengan selera perempuan.
Mungkin saja gunung Es itu kali ini
mulai mencair, dan itu mungkin baru beberapa saat dalam perjalanan waktu
mereka.
Tetapi, “Apakah hal semacam ini bisa
bertahan lama? “
Yang pasti, didepan masih banyak
lagi masalah dan mungkin saja lebih besar dari saat sekarang. Dalam hal ini
sebenarnya ada yang memicu untuk itu. Tumini memang berlaku lemah lembut,
tetapi dalam keadaan tertentu bisa seperti singa, sedangkan Meilan, sejak awal,
memang selalu ingin menang dalam segala hal. Dan dapat dipahami, jika saat
keras bertemu dengan keras, akan timbul masalah yang semakin susah
diselesaikan.
Dalam hati Bagyo sebenarnya
berpesan, ada baiknya jangan poligami,
dan itu cukup di jalaninya sendiri saja karena memang sangat susah untuk
membuat mereka bahagia.
Cintaku terjepit poligami, dan ini hanya sebuah realita bahwa Enggak ada lelaki yang bisa berbagi secara adil dan bijaksana.
Sekian, Terima kasih
telah membacanya!
djjokobiz
Tidak ada komentar :
Posting Komentar